Telah Bantu 20.000 Pelajar, Kini Banyuwangi Luncurkan Sekolah Asuh Sekolah

Minggu, 9 Mei 2021


BANYUWANGI – Gerakan solidaritas antar siswa di Banyuwangi, Siswa Asuh Sebaya (SAS), semakin dirasakan manfaatnya. Gerakan tersebut kini semakin meluas jangkauannya. Tidak hanya membantu antar siswa di dalam sekolah, namun meluas antar sekolah.

 

Jika dulu dikenal dengan Siswa Asuh Sebaya, kini gerakan membangun kepedulian antar pelajar di Banyuwangi itu kini diperluas menjadi Sekolah Asus Sekolah (SAS). Gerakan tersebut diluncurkan oleh Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani dari SDN 1 Lateng, Kecamatan Banyuwangi, Sabtu (8/5/2021).

 

Ipuk menjelaskan, program Sekolah Asuh Sekolah adalah peningkatan dari program Siswa Asuh Sebaya. Lewat program Sekolah Asuh Sekolah, Ipuk berharap dapat meningkatkan solidaritas antar sekolah. Sekolah-sekolah yang memiliki kelebihan, baik dari sisi anggaran, fasilitas, maupun kapasitas, diharapkan bisa mengasuh sekolah lain yang memang membutuhkan pendampingan.

 

“Lewat program ini, saya harapkan setiap sekolah bisa saling bersinergi. Misalnya, jika ada sekolah memiliki kelebihan komputer, bisa diberikan ke sekolah lain yang masih kekurangan komputer,” kata Ipuk.

 

“Demikian pula dari sisi kompetensi dan sistem, sekolah yang lebih maju harus mendampingi sekolah lain untuk melakukan transformasi. Ini adalah salah satu strategi menjawab masalah pemerataan kualitas pendidikan,” imbuh Ipuk.

 

Siswa Asuh Sebaya (SAS) sendiri merupakan program mengumpulkan dana sukarela dari siswa mampu, lalu diberikan untuk rekannya dari keluarga kurang mampu. Setiap pekan pelajar dari keluarga mampu rutin menyisihkan uang sakunya lalu dikumpulkan untuk diberikan kepada siswa yang kurang mampu di sekolahnya. 

 

Data dari DInas Pendidikan menyebutkan total yang berhasil dikumpulkan siswa dari menyisihkan uang jajannya sejak 2011 mencapai Rp 21,297 miiar. Dan berhasil membantu 20.000 siswa kurang mampu.

 

Bantuan ada yang berupa beasiswa, alat dan modul pembelajaran, tas, sepeda, sepatu, maupun uang saku untuk transportasi. Ada juga handphone dan pulsa internet untuk belajar daring.

 

“SAS ini kemudian kita kembangkan menjadi Sekolah Asuh Sekolah. Kalau dulu sasarannya hanya teman sebaya di sekolah yang sama, sekarang juga menyasar siswa di sekolah yang lain. Bahkan guru pun bisa mengajak diskusi guru lain di sekitarnya untuk menerapkan pembelajaran yang lebih efektif. Sehingga SAS tidak hanya mendorong empati para pelajar, namun juga guru dan kepala sekolah,” papar Ipuk.

 

Dengan program ini, Ipuk optimistis pemerataan pendidikan di Banyuwangi bisa cepat terlaksana karena semua sekolah dipantik untuk saling peduli dengan perkembangan sekolah lainnya.

 

"Dengan cara keroyokan semacam ini, harapan kami mutu pendidikan di sekolah-sekolah Banyuwangi juga semakin meningkat," kata Ipuk.

 

Plt. Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi Suratno menambahkan, program Sekolah Asuh Sekolah, tidak hanya melibatkan siswa, namun guru juga. Dicontohkan, apabila satu sekolah kelebihan sarana-prasarana penunjang pendidikan, bisa diberikan/dipinjamkan kepada sekolah lain.

 

"Bisa juga sekolah donasi "ilmu". Sekolah yang memiliki program unggulan, melatih guru di sekolah lain. Dengan cara ini, kami berharap sinergitas dan solidaritas antar sekolah di Banyuwangi terus tumbuh," kata dia.

 

Sekadar diketahui, pada bulan ini program ini mulai dijalankan. "Rinciannya, ada 55 sekolah yang menyalurkan dana siswa asuh sebaya lintas sekolah, 14 sekolah menyalurkan uang/barang, dan tiga sekolah melakukan "asuh" pelatihan program kepada sekolah lain," ujar Suratno.

 

Program SAS ini menjadi nominator MDGs (Millennium Development Goals) Award pada 2014, menjadi pelengkap dari program intervensi kebijakan pemerintah daerah lainnya. “Seperti program Banyuwangi Cerdas dan Banyuwangi Belajar, uang saku dan transport untuk pelajar, hingga program gerakan daerah angkat anak muda putus sekolah (Garda Ampuh),” jelas Suratno. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :