Cerita Arsitek Diajak Bupati Anas Ikut Bangun Banyuwangi

Jumat, 15 Maret 2019


BANYUWANGI - Selama delapan tahun terakhir, Pemkab Banyuwangi mengembangkan daerahnya dengan pendekatan arsitektur berkonsep jelas. Sejumlah arsitek tersohor dilibatkan mengembangkan berbagai ruang publik, mulai bandara, taman, destinasi wisata, hotel, lembaga pendidikan, hingga Puskesmas.

Dalam Festival Arsitektur Nusantara di Banyuwangi, Kamis-Jumat (14-15/3), sejumlah arsitek memaparkan pengalamannya ketika diajak Bupati Abdullah Azwar Anas mengembangkan Banyuwangi.

Arsitek Yori Antar mengatakan, selama ini ada kecenderungan arsitek ogah bermitra dengan pemerintah. Selain soal administrasi yang relatif tidak memahami dunia arsitektur, terkadang paradigma aparat birokrasi juga tidak selaras dengan cara pandang arsitek.

“Tapi saya sering bilang ke teman-teman arsitek, jangan malas bermitra dengan pemerintah karena itu berarti kita membantu republik ini,” ujar Yori yang dikenal dengan julukan “Pendekar Arsitektur Nusantara”.

“Nah kalau di Banyuwangi para arsitek senang karena Pak Azwar Anas punya komitmen dan keyakinan bahwa arsitektur bisa membawa daerah menjadi lebih baik,” imbuh Yori.

Di Banyuwangi, menurut Yori, masyarakat dan arsitekturnya berada dalam satu gerak. Masyarakat disiapkan bersinergi dengan arsitektur yang sengaja dirancang berfungsi sosial budaya. Penyiapan masyarakat itu misalnya mendorong pengembangan budaya dan tradisi lokal melalui festival.

"Hasilnya, antara arsitektur dan masyarakat tidak ada jarak. Banyak juga pemimpin daerah yang menyenangi arsitektur, tapi tidak menyiapkan masyarakatnya, akhirnya arsitekturnya berjarak, jadi monumen mati. Tapi, tidak untuk Banyuwangi. Di sini lah kelebihan Banyuwangi," kata Yori yang menggarap ruang terbuka hijau dan destinasi di Banyuwangi.

Arsitek Budi Pradono, yang mengarsiteki Stadion Diponegoro dengan ornamen penari Gandrung dan Pantai Grand Watudodol, mengatakan, pelibatan arsitek adalah langkah terobosan karena mampu mendorong kemajuan pariwisata daerah.

Budi mengibaratkan apa yang dilakukan Banyuwangi seperti keputusan Presiden Prancis (1981-1995) Francois Mitterrand yang mengajak arsitek untuk merevitalisasi Paris dengan pembangunan berbagai karya arsitektur.

"Saat itu, banyak yang menentang ide Mitterrand. Hasilnya, sekarang Paris maju karena mengandalkan pariwisata. Kini, semua orang datang hanya untuk menikmati bangunan seperti Piramida Louvre. Spirit inilah yang ditangkap Banyuwangi dengan segala kebersahajaannya, saya rasa mulai berjalan meski pasti bertahap," kata Budi.

Saat ini, imbuh arsitek Denny Gondo, justru banyak arsitek yang ingin berkontribusi mengembangkan Banyuwangi.

“Seperti saya, sejak dengar bagaimana perubahan Banyuwangi, ingin sekali berkontribusi buat Banyuwangi. Senang banget akhirnya saya diajak pengembang hotel dan PT INKA mendesain proyek mereka di Banyuwangi,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Azwar Anas berterima kasih kepada para arsitek yang telah berkontribusi untuk Banyuwangi.

“Banyuwangi bukan kota besar, sedangkan arsitek-arsitek ini karyanya lintas negara. Kami senang mereka antusias karena mungkin merasa cocok. Seperti Andra Matin (arsitek terminal hijau Bandara Banyuwangi) yang telepon saya, bilang bahwa kantor arsitekturnya punya CSR, jadi bisa membantu Banyuwangi mendesainkan bangunan yang akan digarap,” pungkas Anas. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :