Dari 514 Kabupaten/Kota, Kemendagri Tetapkan Banyuwangi Posisi Pertama Indeks Inovasi Daerah
Rabu, 27 November 2019
BANYUWANGI – Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan hasil pengukuran Indeks Inovasi Daerah 2019. Dalam daftar tersebut, Banyuwangi meraih poin tertinggi dari 514 kabupaten/kota se-Indonesia.
Hasil pengukuran Indeks Inovasi Daerah tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 002.6-415/2019 tertanggal 20 November 2019.
Sekretaris Daerah Banyuwangi Mujiono menjelaskan, pengukuran indeks inovasi daerah tersebut dilakukan oleh Badan Litbang Kemendagri.
"Hasilnya, Banyuwangi meraih nilai indeks 74400 dan masuk kategori daerah sangat inovatif. Dengan poin tersebut, Banyuwangi duduk di nomor satu dari seluruh kabupaten/kota se-Indonesia," kata Mujiono, Kamis (28/11).
Bupati Abdullah Azwar Anas mengatakan, inovasi menjadi keharusan untuk menyiasati berbagai tantangan yang ada, mulai keterbatasan anggaran, SDM, dan waktu. “Dengan inovasi, ada akselerasi kinerja, ada ikhtiar untuk berubah di tengah keterbatasan dan kekurangan yang ada,” ujar Anas.
Anas mengatakan, pekerjaan rumah ke depan adalah bagaimana melembagakan inovasi. Saat ini, menurut Anas, semua organisasi perangkat daerah (OPD) di Banyuwangi bergiat melakukan inovasi, mulai dinas sampai kecamatan, termasuk kelurahan/desa.
“Iklim inovasi perlu ditumbuhkan. Satu sama lain berkolaborasi tapi sekaligus berkompetisi dengan inovasi. Ada Puskesmas bagus dengan inovasi, tapi ada pula yang masih belum, maka yang belum bagus harus mengejar. Komplain satu-dua tentu masih ada karena belum puas dengan inovasi yang sudah berjalan, tapi secara umum alhamdulillah progress inovasi semua OPD telah on the track,” papar Anas.
“PR kita bersama adalah bagaimana melakukan pelembagaan dan pembudayaan inovasi agar tidak tergantung kepada orang, kepada bupati, kepada kepala dinas, kepada camat, tapi sudah terinternalisasi ke seluruh elemen pemerintah daerah,” imbuh Anas.
Anas lalu mencontohkan geografis Banyuwangi yang sangat luas sehingga jarak desa dan pusat pemerintahan jauh dan memakan waktu yang lama. Hal itu dipecahkan dengan program Smart Kampung, di mana 189 desa berikhtiar meningkatkan akses layanan publik warganya melalui pendekatan teknologi informasi.
Banyuwangi juga memiliki Mal Pelayanan Publik, pusat pelayanan terintegrasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh pemerintahan kabupaten. Mal ini melayani 202 pengurusan perizinan/dokumen dari berbagai instansi.
"Karena beragam inovasi itu, Kemendagri dua tahun berturut-turut, 2018 dan 2019, menempatkan Banyuwangi sebagai Kabupaten Terinovatif peringkat pertama dari seluruh kabupaten," kata Anas.
Beragam inovasi sosial juga digulirkan seperti Rantang Kasih (pemberian makanan bergizi gratis tiap hari untuk warga miskin lanjut usia), uang saku setiap hari dan tabungan pelajar kurang mampu, hingga pengembangan pariwisata melalui festival seni-budaya.
Anas mengatakan, inovasi yang dilakukan daerah tidak boleh hanya “asal beda”, melainkan harus berdampak pada kesejahteraan sosial-ekonomi warga.
“Alhamdulillah dengan berbagai inovasi tersebut semua indikator menunjukkan kemajuan, tentu dengan sekian kekurangan yang ada. Misalnya, kemiskinan yang dulu selalu dua digit, sekarang bisa kami tekan hingga 7 persen. Pendapatan per kapita naik dua kali lipat menjadi lebih dari Rp48 juta per orang per tahun,” pungkas Anas yang juga ketua Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) tersebut. (*)