Komunitas Mural Bahu - Membahu Percantik Pulau Santen
Selasa, 7 Maret 2017
BANYUWANGI – Pasca disulapnya Pulau Santen Banyuwangi menjadi destinasi berkonsep halal tourism sejumlah warga dan berbagai komunitas tergerak untuk bahu – membahu, turut ambil bagian mempercantik pantai ini. Diantaranya komunitas Doodle Art, Pena Hitam dan Mahasiswa Pecinta Alam Universitas PGRI Banyuwangi (Mapala Uniba).
Mereka merupakan anak-anak muda Banyuwangi penyuka mural. Mural adalah cara menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas lainnya. Secara bersama-sama dan swadaya, mulai 5 hingga 20 Maret 2017 mendatang, mereka mengecat dinding-dinding rumah warga dengan lukisan mural.
Anggota MAPALA Uniba, L. Andri Saputro (22) adalah satu di antara pelukis mural yang tampak asyik mencorat-coret dinding rumah salah seorang warga. “Di Pulau Santen ini ada 80 Kepala Keluarga (KK). Jadi saya dan teman-teman, dibantu warga sekitar, berinisiatif memperindah wajah sekitar pantai dengan lukisan mural ini,” ujar Andri yang tak hanya menggambar mural, tapi juga melakukan pendampingan terhadap pemuda Pulau Santen yang ingin menuangkan kreatifitas muralnya.
Untuk menghindari agar para pemural tak sekedar menghasilkan gambar yang tak bermakna, Andri dan kawan-kawannya menetapkan tema lingkungan.
“Mereka bebas berekspresi, namun gambar yang dibuat harus bersifat inovatif dan edukatif tentang lingkungan. Bisa tentang mangrove, konservasi, biota laut, kehidupan nelayan, maritim bahkan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” beber mahasiswa Fakultas Olahraga dan Kesehatan Uniba angkatan 2012 ini.
Andri dan kawan-kawannya tidak punya target tertentu soal banyaknya dinding yang dilukis per harinya. “Kami sih slow saja, karena melukis mural itu soal hati, bagaimana kita bisa berkreasi dan berekspresi. Tapi kami upayakan hingga tanggal 20 Maret nanti, seluruh dinding warga telah kami lukis mural seluruhnya. Harapannya sih tempat ini bisa jadi kampung mural percontohan di Banyuwangi,” kata Andri.
Sejak tanggal 5 Maret hingga hari ini, Selasa (7/3), total rumah yang mereka gambari dindingnya sebanyak 5 rumah. Yang mereka dahulukan adalah rumah-rumah yang dindingnya menghadap ke arah jalan. Tak hanya dinding tembok saja, Andri CS juga menggambari dinding yang berasal dari anyaman bambu. “Ini tantangan buat kami. Menggambar di media apa saja bisa,” tukasnya.
Menariknya, Andri dan kawan-kawannya dengan sukarela patungan untuk membeli cat yang digunakan untuk melukis. Cat yang mereka gunakan adalah cat tembok. “Kami patungan semampunya. Sebagian ada swadaya warga, sumbangan dari donatur, dan gerakan Rp 1000 dari pelajar sekitar Pulau Santen yang menyumbang setiap harinya. Pokoknya ini jadi ajang kreasi sekaligus silaturahmi bagi kami,” beber Andri.
Pemural lainnya dari Komunitas Doodle Art, Achmad Rizky Fauzi (20) mengaku sangat senang terlibat dalam kegiatan ini. "Melukis mural itu hobby kami yang sudah mendarah daging. Apalagi kalau diberi ruang seperti ini, ya tambah semangat lagi," ujar Rizky. Rizky adalah pemural dengan kondisi tangan yang disabilitas, tetapi tak berhenti berkarya. Karya-karyanya bisa dinikmati di beberapa cafe kopi dan rumah makan yang ada di Banyuwangi.
Beberapa warga juga tak kalah antusias saat Andri dan komunitas pemural menggoreskan kuasnya di setiap dinding rumah. Warga sekitar juga didampingi dan dibebaskan menggambari dinding sesuai tema yang ditetapkan. “Saya senang diajari sama mas-masnya menggambar mural. Biar dindingnya bagus dan menarik untuk dilihat,” ujar salah seorang warga yang turut belajar menggambar mural.
Seperti diketahui, Pulau Santen ini dikembangkan sebagai destinasi berkonsep halal. Konsep ini dikembangkan sebagai diferensiasi Banyuwangi terhadap daerah lain. Sekaligus menjadi cara untuk membidik pasar kelas menengah muslim yang terus tumbuh, baik di dalam maupun luar negeri.
Saat melaunching Pulau Santen sebagai destinasi wisata halal, Kamis (2/3) lalu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menegaskan konsep halal tourism tidak serta-merta destinasi itu hanya untuk kaum muslim. Halal tourism merupakan konsep besar pengembangan destinasi, yang di antaranya ditandai dengan jaminan makanan halal, tidak menjajakan alkohol, pemberitahuan waktu jelang beribadah (adzan), tempat bersuci lengkap dengan fasilitas tempat ibadah, serta fasilitas berkonsep pemisahan antara laki-laki dan perempuan.
"Sekali lagi, ini bukan soal SARA, tapi bicara soal segmentasi pasar, bicara strategi pemasaran. Destinasi ini bukan hanya untuk muslim, tapi juga semua umat. Hanya konsep dan koridornya yang berhaluan halal tourism, tapi pengunjungnya siapapun boleh menikmati. Semuanya kita lakukan bertahap seiring dengan penataan yang akan terus berjalan,” tandas Anas.
Pulau Santen sendiri merupakan pulau kecil di Kelurahan Karangrejo, tak jauh dari pusat kota Banyuwangi. Saat ini, pulau tersebut terus ditata secara berkelanjutan oleh berbagai elemen, mulai dari masyarakat, tokoh agama dan masyarakat, TNI, hingga Pemkab Banyuwangi. (Humas)