Mocoan Lontar Yusuf Banyuwangi Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Selasa, 27 Agustus 2019


BANYUWANGI – Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI menetapkan salah satu tradisi budaya masyarakat Osing Banyuwangi yakni Mocoan Lontar Yusuf sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) 2019.

Mocoan Lontar Yusuf merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Osing Banyuwangi berupa pembacaan lontar (naskah) Yusuf.  Lontar Yusuf sendiri adalah kitab kuno yang tertulis dengan aksara pegon dan berisi tentang Kisah Nabi Yusuf. Bentuknya berupa puisi tradisional yang terikat dalam aturan yang disebut pupuh. Total dalam Lontar Yusuf terdapat 12 Pupuh, 593 bait dan 4.366 larik.

“Alhamdulillah, pada tahun ini budaya dan tradisi Banyuwangi kembali ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), melengkapi tradisi lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain apresiasi dari pusat, ini akan menambah semangat untuk terus lebih giat menjaga dan melestasikan tradisi luhur Banyuwangi,” kata Bupati banyuwangi Abdullah Azwar Anas, Selasa (27/8/2019).

Sebelumnya, sejumlah budaya tradisi Banyuwanvi juga telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda. Antara lain Janger, Seblang Olehsari dan Bakungan, hingga Keboan Aliyan. 

Anas menambahkan Mocoan Lontar Yusuf merupakan salah satu tradisi suku Osing Banyuwangi yang di pertahankan dari generasi ke generasi. Tradisi yang erat dengan kehidupan spiritualitas warga Osing ini hidup dan terus dilestarikan oleh warga hingga saat ini.

“Rencananya, penyerahan sertifikat WBTB akan dilakukan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada pekan kebudayaan nasional di bulan Oktober mendatang,” kata Anas.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi MY. Bramuda menambahkan penetapan ini telah melalui proses verifikasi sejak satu bulan lalu. Pada bulan Juli lalu, tim dari Dirjen Bidang Warisan Budaya Tak Benda Kemendikbud datang ke Banyuwangi untuk melakukan validasi terkait budaya Mocoan Lontar Yusuf tersebut. Mereka ingin memastikan beberapa hal sebelum memutuskan apakah tradisi ini bisa masuk menjadi warisan budaya tak benda.

Beberapa hal yang divalidasi oleh tim kementrian antara lain eksistensi budaya Mocoan Lontar Yususf di tengah warga. Bagaimana warga menghidupkan tradisi tersebut dan apakah ada pelaku dan regenerasi dalam melestarikan budaya tersebut.

“Tim Kementrian kami antar langsung ke Desa Kemiren tempat bermukim warga Osing Banyuwangi. Mereka melihat langsung bagaimana warga membacakan Lontar Yusuf dengan gaya dan kekhasannya. Tidak hanya oleh generasi tua namun generasi muda juga aktif melakukan pembacaan Lontar Yusuf ini. Dan akhirnya mereka telah memutuskan Mocoan Lonar Yusuf masuk sebagai warisan budaya tak benda,” ujar Bramuda.

Pembacaan lontar Yusuf dilakukan pada saat-saat tertentu yang dianggap penting. Misalnya mengiringi prosesi adat seperti adat Seblang di Kelurahan Bakungan, dan tradisi Tumpeng Sewu di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Dapat juga di prosesi selamatan yang berkaitan dengan siklus kehidupan. Seperti proses kelahiran, khitan dan perkawinan. Pembacaan ini biasanya dimulai selepas isya  dan baru berakhir menjelang subuh.

Saat ini, naskah Lontar Yusup tersimpan di sejumlah masyarakat Banyuwangi. Salah satu naskah tertua berangka tahun 1829 atau sekitar 1890-an dalam kalender masehi. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :