Peserta Pertukaran Budaya Asal Filipina-Korsel Excited Habiskan Waktu di Banyuwangi

Rabu, 29 Agustus 2018


BANYUWANGI – Menghabiskan waktu selama beberapa hari di Banyuwangi, peserta pertukaran budaya asal Filipina dan Korea Selatan mengaku sangat puas dan excited. Banyak pengalaman baru yang mereka dapatkan. Hal itu mereka ungkapkan sebelum meninggalkan Banyuwangi, Rabu pagi (29/8)

“Terima kasih telah menyambut kami dengan baik di Banyuwangi. Banyak hal baru yang kami dapat disini. Kami juga belajar budaya Banyuwangi, mencicipi makanan khasnya, menikmati keindahan alamnya di antaranya  Kawah Ijen dan Bangsring Underwater yang kami kunjungi, juga belanja berbagai merchandise Banyuwangi yang unik-unik. Ini jadi pengalaman mahal bagi kami,” tutur Ferrena Angela M. Enriquez Ferrenskie, juru bicara Salinggawi Dance Troupe Filipina.

Hal yang sama juga disampaikan perwakilan peserta dari Korsel. “Senang sekali berkesempatan berada disini. Kami sangat enjoy. Banyak teman baru, musik dan budaya yang menarik. Begitu juga dengan makanan khasnya,” tutur  Nayoung Jeong yang akrab disapa Jay ini.

Ke 20 peserta asal Filipina dan 17 asal Korea Selatan tersebut tak sedikit pun melewatkan waktu untuk mengenal Banyuwangi lebih dekat. Saat didhapuk untuk mengisi acara di Festival Sego Lemeng dan Kopi Uthek di Desa Banjar Banyuwangi, mereka menikmati makanan khas nasi lemang dan kopi uthek.

Sego lemang merupakan makanan khas desa yang hanya dibuat saat selamatan kampung. Sego lemang adalah nasi yang digulung dengan daun pisang dan diisi dengan daging ayam cincang yang dicampur dengan ikan tuna atau ikan asin. Gulungan nasi tersebut kemudian dimasukkan dalam bilah bambu dan dibakar. Paduan aroma daun pisang dan asap pembakaran bambu menghasilkan cita rasa nasi lemang yang khas, gurih dan sedap. Konon dahulu nasi lemang ini menjadi bekal bagi para gerilyawan saat berjuang melawan penjajah, karena lebih awet dan tidak mudah basi.

Sementara kopi uthek adalah kopi pahit yang dinikmati dengan gigitan gula aren yang terpisah. Bunyi ‘thek’ akan terdengar saat gula aren digigit. Itu sebabnya kemudian dinamakan kopi uthek. Begitu gula sudah di dalam mulut, barulah kopi diseruput. Perpaduan keduanya menghasilkan cita rasa kopi yang nikmat dan unik.

Dalam festival Sego Lemeng dan Kopi Uthek itu, kedua delegasi juga turut meramaikan dengan tarian rakyat masing-masing . Membawakan tiga macam tarian, tiap-tiap delegasi berhasil memancing decak kagum dan tepuk tangan penonton. Penonton disuguhi pemandangan yang sama sekali baru, sehingga tak sedikit yang sibuk mengabadikannya lewat kamera handphonenya.

Di hari yang sama pada malam harinya, mereka juga melihat dari dekat bagaimana masyarakat Desa Bakungan menggelar selamatan kampung lewat gelaran Seblang Bakungan. Ritual Seblang Bakungan merupakan rangkaian tarian yang dibawakan oleh wanita tua dalam kondisi trance atau kehilangan kesadaran. Tariannya yang magis membuat ritual ini menjadi tontonan menarik yang mampu memikat para wisatawan,  baik lokal maupun manca negara. Di situ mereka ikut menikmati makan bersama di atas tikar yang digelar sepanjang 1 kilometer, bersama warga masyarakat sekitar.

Di hari kedua, peserta pertukaran budaya ini juga mengikuti diskusi tentang seni budaya di Sanggar Dewi Sri Alas Malang. Di situ mereka banyak sharing dengan seniman setempat, termasuk tentang tari gandrung, tarian khas Banyuwangi yang dikenal sebagai welcome dance. Sepulang dari sana, mereka menghabiskan waktu untuk berbelanja souvenir khas Banyuwangi. Kaos, batik dan pernak-pernik lucu seperti gantungan kunci laris diserbu.

Malam harinya rombongan dibagi menjadi dua. Sebagian menikmati kopi khas Desa Kemiren di Sanggar Genjah Arum, sementara yang lain menonton Banyuwangi Culture Everyday di Taman Blambangan Banyuwangi.

Di Sanggar Genjah Arum, mereka menikmati kopi khas Banyuwangi lengkap dengan sajian kudapan lokal seperti klemben, pisang goreng dan aneka gorengan lainnya. Mereka juga menikmati kesenian khas dari wanita-wanita tua yang memukul alu sehingga menghasilkan alunan khas yang indah didengar. Ada pula tari gandrung untuk menyambut kedatangan mereka.

Sedangkan mereka yang menonton Banyuwangi Culture Everyday, disuguhi penampilan SMPN 1 Glenmore yang membawakan tari gandrung marsan, jaranan buto dan barong. Terbius dengan penampilan para pelajar, tak jarang di antara peserta yang menari di tempat masing-masing. Terutama saat musik Banyuwangi yang rancak dimainkan. Suasana semakin seru saat para pelajar yang menari turun panggung dan menari tepat di hadapan delegasi Filipina dan Korsel. Mereka pun sibuk merekam adegan tersebut sambil ikut berjingkrak-jingkrak.

Tepat tengah malam, rombongan bergerak menuju Kawah Ijen. Di sana mereka mengeksplore blue fire dan menikmati sunrise. Meski cuaca sempat berkabut, akhirnya mereka berhasil mendapatkan bluefire, matahari terbit dan pemandangan kawah yang hijau.

Tak berhenti di situ, mereka melanjutkan dengan menikmati sunset di Bangsring Underwater. Sembari merasakan sensasi memberi makan ikan dengan roti dan melihat dari dekat bayi-bayi hiu, mereka juga berenang.

Dan pagi tadi, rombongan meninggalkan Banyuwangi. “Mudah-mudahan kami bisa kembali lagi kemari. Masih banyak kekayaan Banyuwangi yang harus kami explore,” teriak Kamille Angelica Mendoza, salah satu peserta asal Filipina.

Kedatangan para duta budaya asal Korea Selatan dan Filipina ini diinisiasi oleh organisasi penyelenggara festival rakyat internasional (Council International Organization Folklore Festival /CIOFF) - Indonesia. Penanggung jawab Festival Committee CIOFF Indonesia, Amar Aprizal mengatakan event ini untuk menjembatani kebudayaan antar negara. "Kami menggelar ini untuk menjembatani kebudayaan antar negara.

Karena kebudayaan itu juga bagian dari misi perdamaian dunia.  Manfaatnya banyak sekali bagi rakyat. Salah satunya bisa memotivasi mereka untuk terus melestarikan dan memunculkan kesenian lokal yang mereka miliki," pungkas Amar. (*)

 

  



Berita Terkait

Bagikan Artikel :