PVMBG Kenalkan Masyarakat Pada Budaya Siaga Bencana
Jumat, 23 November 2012
KALIPURO - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berpusat di Bandung ingin lebih mengenalkan masyarakat pada budaya siaga bencana. Apalagi Indonesia di percaturan dunia dikenal dengan istilah ‘supermarket bencana’. Artinya, bencana apapun bisa terjadi di Indonesia, baik itu bencana alam (yang disebabkan letak geografis Indonesia) maupun bencana akibat ulah manusia (buang sampah sembarangan, illegal logging).
Karena itu, aktifnya Gunung Ijen juga menjadi perhatian serius bagi PVMBG untuk memberikan pelatihan dan pemahaman bagi masyarakat agar lebih mengurangi resiko terdampak bencana.Perlu diketahui, sejak 18 Desember 2011, status Gunung Ijen dinaikkan statusnya dari WASPADA (Level II) menjadi SIAGA (Level III). Dan kemudian tepat tanggal 13 Mei 2012, statusnya diturunkan kembali menjadi WASPADA.
Jika pada hari pertama pelatihan ini peserta lebih dikenalkan pada materi tentang Sistem Nasional Penanggulangan Bencana, Manajemen Kedaruratan (Perencanaan dan Koordinasi ), dan pengenalan lebih jauh tentang profil dan peta kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Ijen, sekaligus materi pengantar kontijensi dan simulasi evakuasi. Maka pada hari kedua, peserta akan dibawa menyusuri beberapa daerah yang menjadi kawasan rawan bencana di sekitar Gunung Ijen. Kegiatan ekskursi (penyusuran) tersebut dimaksudkan untuk mengenal daerah-daerah mana saja yang termasuk KRB I, KRB II dan KRB III.
Menurut DR. Gede Suantika, KRB III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, lontaran batu pijar, lahar letusan dan hujan abu lebat. Kawasan ini meliputi daerah puncak Gunung Ijen dan lereng bagian barat daya dan barat laut. Jatuhan hujan abu lebat dan lontaran batu pijar dengan diameter lebih besar dari 6 cm bisa mencapai radius 1,5 km dari kawah.
KRB II, jelasnya, merupakan kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, hujan abu lebat dan kemungkinan perluasan aliran lava serta lontaran batu pijar. Kawasan ini meliputi daerah lereng bagian bagian barat laut hingga utara, termasuk sungai Banyupahit yang airnya sangat asam. Di kawasan ini, di samping hujan abu lebat, lontaran batu pijar dengan diameter 2 – 6 cm bisa mencapai wilayah dengan radius kurang lebih 6 km dari puncak Gunung Ijen.
Sedangkan KRB I, tambah Gede, adalah kawasan dimana hanya akan terancam oleh hujan abu dan kemungkinan lontaran batu pijar dengan radius kurang lebih 8 km dari puncak Gunung Ijen. Pada kawasan ini umumnya hanya terjadi hujan abu tipis, sehingga wilayah ini relatif layak untuk dijadikan pemukiman.
“Ekskursi ini kami anggap perlu, agar masyarakat paham apa yang harus mereka lakukan di masing-masing daerah tersebut,”pungkas Gede. (Humas & Protokol)