Raperda Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah Rampung Dibahas
Selasa, 5 Februari 2013
BANYUWANGI – Akhirnya rampung sudah pembahasan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah oleh DPRD Kabupaten Banyuwangi.Usai dibacakan juru bicara panitia khusus Raperda Pemanfaatan Tanah, Umi Kulsum, pembahasan yang telah mendapatkan persetujuan dari legislatif tersebut diserahkan kepada Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas kemarin, Senin (4/2) di Ruang Rapat DPRD.
Raperda yang pada awalnya hanya mengatur hal-hal pokok terkait penggunaan dan pemanfaatan tanah, ketentuan perizinan dan ketentuan penyidikannya ini, dalam proses pembahasannya mendapat banyak masukan, saran dan pendapat sehingga akhirnya terdapat beberapa tambahan substansi. Diantaranya tentang batas minimal luasan tanah yang tadinya hanya 500 M2, diperluas menjadi beberapa kategori,yakni luas tanah minimal 500 M2 digunakan untuk kegiatan perkantoran, fasilitas umum, pertokoan, perhotelan dan restoran. Luas tanah minimal 1000 M2 untuk kegiatan pengembangan tanah kavling untuk rumah tinggal. Sedangkan luas tanah minimal 20.000 M2 untuk kegiatan pengembangan atau pembangunan perumahan.
Tak hanya itu, dalam rapat paripurna yang juga dihadiri Forum Pimpinan Daerah (Forpimda), Wakil Bupati Yusuf Widyatmoko, Sekkab, para kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), Camat, Lurah dan awak media itu juga dibacakan nota penjelasan Raperda Inisiatif tentang Usaha Pemondokan.
Salah satunya, apabila seseorang memiliki pemondokan berupa rumah atau kamar paling sedikit lima kamar atau dihuni minimal sepuluh orang pemondok, maka diwajibkan memiliki izin usaha pemondokan. Izin usaha pemondokan itu diberikan oleh pemerintah dan berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang. Namun apabila penyelenggara pemondokan melanggar ketentuan yang berlaku, dapat dicabut izin usaha pemondokannya. Bahkan pada tingkatan terberat, penyelenggara pemondokan yang melanggar kewajiban, larangan dan perizinan, dapat dikenai ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp. 50 juta. (Humas & Protokol)