Gropyok Tikus Dengan Sistem Tebar Umpan Racun

Senin, 28 Januari 2013


altBANYUWANGI – Merajalelanya tikus seiring datangnya musim hujan, membuat warga Desa Taman Suruh, Kecamatan Glagah melakukan gropyok massal terhadap hama yang rakus ini, Senin (28/1). Kali ini , sistem gropyokan beda dengan sebelumnya, yakni dengan  menebar umpan yang telah dicampur dengan racun di beberapa titik di  areal persawahan. Kalau sistem yang biasa menggunakan membawa sapu lidi sambil ramai-ramai mengejar-ngejar tikus.

Warga  yang tersebar dalam 6 kelompok tani (poktan), antara lain Poktan Ringgit, Pandan, Lawu, Sansimbar, Betawi dan Merapi, sebelum turun ke lahan, bekerjasama membuat  umpan yang mereka racik sendiri. Didampingi Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) Ikrori Hudanto dan para Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dari Kecamatan Glagah, mereka dengan sigap mencampur kuning telur dengan racun tikus, dan kemudian membungkusnya dengan koran agar tak berbau tangan manusia.alt

Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Ikrori Hudanto, racun tikus jenis Rodentisida Antikoagulan yang merupakan bantuan dari pemkab. Racun itu,  bisa mengakibatkan  tikus mati dalam jangka waktu empat hari. "Tikus adalah hewan yang pintar dan cepat mempelajari keadaan. Baru  matinya tikus pada hari keempat setelah mengkonsumsi makanan yang dicampur racun tersebut. Sehingga tikus yang lain tidak akan menyadari bahwa mereka tengah diracun. Coba kalau setelah diracun mereka langsung mati di tempat, maka kawanan tikus lainnya akan tahu kalau mereka sedang diracun dan tidak akan mau lagi memakannya,” kata Ikrori.

Dari 60 hektar luas lahan yang dikelola kelompoknya, kata Ikrori, ada sekitar 5 hektar yang diserang tikus. Tingkat kerusakannya bermacam-macam, mulai dari tingkatan ringan, sedang hingga berat. Meski tak seluruhnya rusak, namun ada seperempat hektar yang bulan ini jelas-jelas mengalami gagal panen. Munculnya tikus ini disebabkan oleh dua hal. Yang pertama adalah datangnya musim hujan. Dan yang kedua adalah pola tanam petani yang menerapkan sistem tanam padi-padi-padi. “Tikus senang dengan padi. Seandainya pola tanam diselang-seling padi-palawija-padi, maka tikus tak akan menyerang. Masalahnya, disini merupakan daerah yang berlebihan airnya, sehingga kurang bagus untuk menanam palawija,”urai Ikrori.

altDi saat musim penghujan seperti ini, jelas Ikrori, tikus memang tak tinggal di tanah, jadi gropyok massal ini tak bisa dilakukan dengan mengejar tikus tersebut. “Apabila sudah masuk bulan Mei, masa dimana tikus berkembangbiak, maka gropyokannya dilakukan dengan mengasapi liang-liang tikus, dan jika mereka sudah keluar barulah warga melakukan pengejaran beramai-ramai. Sedangkan saat ini yang merupakan musim penghujan, tikus-tikus itu tinggal di atas pohon di sekitar persawahan, seperti pohon kelapa. Dan mereka baru akan turun mengambil makanan pada malam hari.

Di Banyuwangi, tak hanya Kecamatan Glagah saja yang berpotensi terserang hama tikus. Tapi juga wilayah lainnya seperti Singojuruh, Rogojampi, Kabat, Songgon, Muncar dan sebagian Glenmore. Dari total luas tanam yang mencapai 23. 637 hektar, terdapat 218 hektar yang diserang. Prosentasenya memang kecil, hanya sekitar 0,9 hingga 1 persen. Namun pihak Dispertanhutbun optimis langkah yang dilakukan terhadap serangan tikus ini akan berhasil  sebab dilakukan bersama-sama dengan masyarakat dan dilakukan secara serentak. (Humas & Protokol)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :