Balai Besar Rehabilitasi Disabilitas Kemensos Tertarik Program Smart Kampung Banyuwangi

Senin, 30 Desember 2019


BANYUWANGI – Program Smart Kampung Banyuwangi menarik minat Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual Kementerian Sosial untuk belajar. Mereka ingin mengadopsi program smart kampung Banyuwangi yang berbasis teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat.

Hal itu disampaikan Perencana Pertama  Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual Kemensos, Ragil Supriya Mulyanto di Lounge Kantor Pemkab Banyuwangi, Senin (30/12/2019). Kedatangan Ragil dan tim diterima  Plt Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Sunarto, dan Kepala Bagian Organisasi, Setyo Puguh Widodo.

“Kami ini punya laboratorium pengembangan model bagi disabilitas, bertempat di Temanggung. Ke depan kami ingin mempermudah birokrasi, membuat agar kegiatan menjadi lebih simple tanpa meninggalkan esensi, dengan fokus pada IT base,” kata Ragil.

“Nah, kami melihat di Banyuwangi ini semuanya sudah berbasis teknologi informasi. Data bisa dilihat secara langsung, Semuanya jelas, baik by name by address-nya, tag location maupun geo tagging-nya. Karena itu kami ingin belajar dari Banyuwangi,” lanjutnya.

Ragil membeberkan dalam pengembangan model tersebut, pihaknya memberikan contoh pelayanan terhadap disabilitas. Pertama, berupa family support atau dukungan keluarga. Kedua, berupa networking atau jejaring.

“Untuk penguatan keluarga, kami hadir di tengah masyarakat, mendatangi individu-individu di suatu kawasan. Memberikan pemahaman melalui kader tentang penyandang disabilitas bahwa mereka punya potensi untuk dikembangkan,” bebernya.

Namun, lanjut Ragil, permasalahan muncul karena pihaknya sering terkendala birokrasi, waktu dan laporan yang banyak, dan jika diakumulasi butuh waktu panjang. Sedangkan untuk jejaring, pihaknya ingin permasalahan yang dialami disabilitas bisa diselesaikan bersama dengan banyak pihak. “Teknologi Informasi adalah jawaban untuk semua ini, sehingga segala sesuatu menjadi lebih mudah dan cepat,” tandasnya.

Ragil dan timnya kini tengah menjalankan sebuah project yang diberi nama ‘Kampung Peduli’. Dijelaskan Ragil, Kampung Peduli adalah suatu tempat yang bisa diakses oleh disabilitas intelektual, yakni disabilitas yang punya keterbatasan kemampuan berpikir. Lewat Kampung Peduli ini, disabilitas intelektual dilatih agar mereka punya ketrampilan khusus untuk membuat sesuatu, sekaligus bisa memasarkan produknya. Misal pelatihan menjahit. Mereka dilatih menjahit seprei atau daster, sekaligus memasarkannya. Atau pelatihan pembuatan gorengan atau jus, kemudian mereka difasilitasi peralatan untuk menjualnya.

“Nah, di Banyuwangi ini sekaligus kami sedang menjajagi, memetakan apa permasalahan terkait disabilitas di Banyuwangi. Sekaligus kami ingin melihat peluang yang bisa dikerjasamakan, baik tentang data maupun peluang anak-anak disabilitas Banyuwangi setelah mereka menyelesaikan pendidikannya,” ujar Ragil.

Plt Kadispendik, Suratno menyambut baik kedatangan tim Kemensos ini. Menurut Suratno, Banyuwangi sudah menjadi kabupaten inklusif pada tahun 2014. Kita juga punya program agage pinter (cepat pintar) dimana semua sekolah dilarang menolak pendaftaran dari anak berkebutuhan khusus  dan anak penyandang disabilitas, khususnya yang dekat dengan lokasi rumah anak tersebut. Tapi, Banyuwangi masih kesulitan mendorong agar anak-anak yang berusia 15 tahun ke atas  ini mandiri setelah mereka menyelesaikan pendidikannya.

 “Balai Rehabilitasi ini  punya satu produk layanan bagi anak disabilitas yang sudah menyelesaikan pendidikannya, yakni Kampung Peduli. Kami memandang kunjungan ini bisa menjadi solusi bagi anak-anak kita. Ini jadi jawaban dan tindak lanjut bagi anak-anak kita yang lulus SMALB maupun sekolah inklusif, untuk bisa meneruskan pendidikan, terutama pendidikan untuk kemandiriannya, seperti entrepreneurship dan life skill,” kata Suratno.

Saat ini, jumlah disabilitas di Banyuwangi mencapai 1900 orang. Sementara gurunya ada 450 orang, dan jumlah sekolah inklusi sebanyak 137 sekolah.

 “Kami tertarik untuk menjajagi ini. Semoga ini bisa menjadi peluang bagus bagi Banyuwangi. Ini juga akan jadi peluang bagi relawan kita terutama bagi guru-guru pembimbingnya untuk bisa kita arahkan ke sana,” pungkas Suratno. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :