DPRD Kabupaten Buleleng Bali, Belajar Perlindungan Lahan Ke Banyuwangi

Selasa, 27 Februari 2018


BANYUWANGI – Rombongan DPRD Kabupaten Buleleng, Bali berkunjung ke Banyuwangi untuk belajar tentang upaya perlindungan lahan pertanian berkelanjutan, Senin (26/2). Rombongan ini, dipimpin langsung Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna. Didampingi dua orang wakil Ketua DPRD Buleleng, I Ketut Umbara dan I Made Adi Purnawijaya.

Gede Supriatna mengatakan, saat ini DPRD Buleleng sedang dalam proses mengkaji penyusunan Raperda tentang perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Karena, menurut Gede, alih fungsi lahan di Buleleng semakin bertambah setiap tahunnya, utamanya lahan-lahan produktif.

“Untuk itulah, kami ke Banyuwangi. Kami dengar, daerah ini cukup berhasil mengendalikan laju alih fungsi lahan pertaniannya, meskipun pariwisatanya berkembang pesat. Maka, kami ingin menggali informasi sebanyak-banyaknya tentang hal tersebut untuk selanjutnya akan kami sampaikan ke Pemkab Buleleng,”  ujarnya.

Kedatangan rombongan ini, disambut ramah oleh staf ahli bidang Hukum Pemerintahan dan Pembangunan Kabupaten Banyuwangi, Heru Santoso, di Lounge Pelayanan Publik. Didampingi Kepala Dinas Perikanan dan Pangan, Hary Cahyo Purnomo.

Heru menjelaskan, untuk mengendalikan laju alih fungsi lahan pangan, Banyuwangi menggunakan peta lahan pertanian pangan berkelanjutan (peta LP2B). Sebuah peta digital berbasis GIS (Geographic Information System/system informasi geografis) yang memuat lokasi geografis lahan produktif yang dilindungi di Banyuwangi.

Yaitu, lahan seluas sekitar 55 ribu hektar yang ditetapkan sebagai lahan abadi. Lahan tersebut, dilindungi dan tidak akan pernah dialih fungsikan. \

“Untuk mengetahui lokasinya dimana saja, bisa kita cek lewat peta LP2B di dinas pertanian. Selain itu, peta ini juga bisa diakses di beberapa dinas yang lain, seperti Bappeda, PU Bina Marga dan Penataan Ruang, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,” urai Heru. Banyuwangi sendiri, memiliki total lahan pertanian seluas 65.475 hektare.

Heru menambahkan, peta digital ini memiliki multi fungsi. Tak hanya melindungi lahan pangan, peta ini juga bermanfaat untuk mengendalikan tata ruang di Banyuwangi.

“Misalnya, sebelum melakukan transaksi, pengembang bisa mengecek dulu lokasi tanahnya. Apa kah masuk dalam peta LP2B atau tidak. Kalau termasuk di dalamnya, berarti pengembang tidak akan bisa mendirikan bangunan di sana. Karena, ijin IMB nya tidak akan pernah dikeluarkan oleh Bupati. Misalnya, lahan di sekitar Bandara Blimbingsari. Ini lah cara kami mengendalikan tata ruang, sekaligus melindungi lahan pangan di Banyuwangi,” ungkapnya.

Selain itu, Banyuwangi juga tengah mempersiapkan Perda terkait perlindungan lahan pangan berkelanjutan. Saat ini, masih dalam proses memetakan sawah secara detail by name by address. Sehingga, identitas kepemilikannya jelas. Meliputi, alamat dan peruntukan lahannya  

“Tak hanya itu, pemda juga akan memberikan insentif bagi petani yang berhasil mempertahankan lahannya. Ini sebagai apresiasi dan motivasi agar petani tidak mudah tergiur menjual sawahnya. Maka, kejelasan data itu penting,” tutupnya.

 

 

 

 

 

 

 



Berita Terkait

Bagikan Artikel :