Menuju Top 30 Kovablik Jatim 2021, Bupati Ipuk Paparkan Inovasi ‘Banyuwangi Mengajar’

Selasa, 5 Oktober 2021


Banyuwangi – Inovasi Banyuwangi Mengajar yang digagas Pemkab Banyuwangi menjadi salah satu nominator TOP 30 Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (Kovablik) Jawa Timur 2021. Bupati Ipuk Fiestiandani mempresentasikan secara langsung inovasi Banyuwangi Mengajar tersebut di hadapan dewan juri lewat pertemuan virtual pada Selasa (5/10/2021).

Presentasi dilakukan Bupati Ipuk di hadapan tim dewan juri yang terdiri atas Guru Besar Fisipol Unair, Prof. Dr. Jusuf Irianto; Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jatim, Agus Muttaqin; Direktur The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi, Dr. Rohman Budijanto; Advisor Program Transformasi – GIZ wilayah Jatim, Redhi Setiadhi; Anggota GIZ wilayah Jatim, Dina Limanto; dan  Responsive Governance Kompak East Java, Didik Purwondanu.

Ipuk menjelaskan, program ‘Banyuwangi Mengajar’ merupakan inovasi di bidang pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM di desa-desa yang secara geografis sulit dijangkau. Setiap tahun, puluhan sarjana muda dikirim ke desa-desa dengan akses tersulit, dan wajib tinggal di sana selama satu tahun.

“Ini adalah upaya transformasi SDM. Bagi kami, desa bukan hanya butuh dana, tapi juga butuh inspirasi yang bisa digerakkan oleh anak-anak muda ini. Mereka mengajar, berinteraksi, memberi kursus dan sebagainya. Kehadiran mereka kami harapkan bisa memberi nilai tambah bagi pendidikan anak-anak di wilayah pinggiran,” kata Ipuk.

Program Banyuwangi Mengajar ini digagas Pemkab Banyuwangi sejak 2015. Program ini mengajak para lulusan perguruan tinggi untuk mengabdikan ilmunya dengan mengajar anak usia sekolah di wilayah pelosok Banyuwangi. Para pengajar diberikan insentif bulanan secara khusus oleh Pemkab Banyuwangi.

Hingga saat ini. pemkab telah merekrut total sekitar 240 relawan sarjana fresh greaduate untuk terjun dalam program Banyuwangi Mengajar. Mereka adalah para penerima program beasiswa Banyuwangi Cerdas yang telah menyelesakan kuliahnya.

“Ini salah satu solusi kami di tengah kurangnya tenaga pengajar di Banyuwangi. Kami mengajak anak muda yang notabene idealismenya masih tinggi untuk menularkan ilmunya kepada sesama, pasti ini merupakan pengalaman berharga bagi mereka,” ujar Ipuk.

“Para relawan ini disebar di 24 sekolah, yakni 17 SD dan 7 SMP  di kecamatan yang memiliki kawasan pegunungan, hutan, dan perkebunan dengan akses tersulit,” kata Ipuk.

Ipuk menyebut, sejak digagas pada 2015 lalu, inovasi Banyuwangi Mengajar telah banyak memberikan kontribusi positif bagi pendidikan anak-anak di wilayah akses tersulit tersebut.

Misalnya, angka putus sekolah turun drastis dari 6,88 persen menjadi 0,02 persen; angka melanjutkan sekolah meningkat dari 57,82 persen menjadi 89,65 persen; angka kelulusan juga naik dari 92,5 persen menjadi 99,98 persen. Selain itu, angka pekerja anak juga terpantau turun dari 255 anak menjadi zero.

Sementara itu sejumlah tim juri mengapresiasi paparan Inovasi Banyuwangi Mengajar yang di sampaikan oleh Ipuk. Salah satunya Direktur The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi, Dr. Rohman Budijanto yang mengatakan, program Banyuwangi Mengajar dari Banyuwangi ini hasilnya sangat konkret.

“Salah satunya terkait penurunan angka putus sekolah di wilayah sasaran program. Dari semula 6,8 kini tinggal 0,02 persen. Ini capaian yang baik. Meski demikian, semoga program ini ini tidak membuat perhatian pemerintah berkurang kepada anak-anak di wilayah perkotaan. Semuanya harus balans,” kata Rohman. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :