Pagelaran Makarya, Instrumen “Go Global” Kecamatan Songgon, Banyuwangi

Minggu, 5 Februari 2017


BANYUWANGI – Kabupaten Banyuwangi memang kaya akan tradisi, seni budaya, destinasi pariwisata dan adat istiadat. Hampir setiap kecamatannya memilki potensi yang patut dibanggakan. Salah satunya Kecamatan Songgon dengan segudang potensinya. Mulai dari potensi wisata sejarah, seni budaya, ritual tradisi, kuliner, hasil bumi, hasil hutan, UMKM, hingga kerajinan.

Untuk mengenalkan potensi tersebut secara luas, masyarakat Kecamatan Songgon yang didukung oleh aparat desa dan kecamatan, para budayawan, pemerhati sejarah, tokoh masyarakat, serta pelaku seni, menggelar serangkaian kegiatan yang dibalut dalam ‘Pagelaran Makarya’ (Pagelaran Masyarakat Kaki Raung Berkarya).

Pagelaran Makarya sendiri awalnya diinisiasi komunitas Karo Adventure dan anak-anak muda Desa Sumberbuluh.

Di tengah sejuknya hutan pinus Desa Sumberbulu yang terhampar  seluas 3 hektar, Pagelaran Makarya ini dihelat selama tiga hari berturut-turut, Jumat - Minggu (3 - 5/2). Berbagai kesenian menarik secara bergantian disuguhkan. Antara lain ruwatan masal, musik kontemporer, musik tradisional, wayang Osing, gandrung besan dan lanang, jaranan buto, angklung, karawitan, tari gandrung cilik, dan tari Tawang Alun.

“Setiap desa kami dorong untuk menampilkan kesenian dan kebudayaannya masing-masing di pentas ini. Kalau kekayaan alam seperti sungai, air terjun, dan hutan mungkin banyak daerah juga punya. Tapi belum tentu seni budaya kami ada ditempat lain, ini yang kami kuatkan agar Kecamatan Songgon semakin dikenal, bahkan kalau bisa hingga kancah internasional” kata Sudarmono, ketua panitia Pagelaran Makarya yang juga anggota komunitas Karo Adventure ini.

Ditemani kicau burung, sejuknya udara pedesaan dan buaian aroma khas hutan pinus, para pengunjung dimanjakan dengan atraksi apik dari setiap penampil. Sungguh paduan yang sempurna.

Pagelaran makarya juga menyajikan pameran produk UMKM masyarakat lokal dan sejumlah workshop untuk pemberdayaan masyarakat setempat. Misalnya, workshop pengolahan sampah plastik. Tak tanggung-tanggung, nara sumbernya langsung dari komunitas ecobricks internasional. Yaitu Russel Maeir (dari Kanada), Ani Himawati (dari Jogja), dan Tunjung Crystal (dari Bali).

Istimewanya lagi, sejumlah seniman asing pun turut ambil bagian dalam pagelaran makarya ini. Mereka adalah Gilles Saisi (musisi dawai dari Perancis), Mehdi Al Lagui (gitaris dari Perancis), Jesse Larson (seniman kontemporer dari Amerika), Michiel Dijkman (pemain banjo dari Belanda), Euginy Rodionov (pemain digital music dari Rusia), Jessica Dall’anesa (seniman kontemporer dari Perancis), Jade (seniman kontemporer dari Perancis), Evan Silver (seniman teater dari Amerika).

Sederet seniman nasional juga  turut menyemarakkan pagelaran tersebut. Seperti Redy Eko Prastyo (musisi dawai dari Malang), Unen-Unen Rengel (pelestari alat musik purba dari Tuban), Ghuiral Sarafagus (pemain klarinet dari Jember), Didit (musisi dari Kampung Ular Desa Salaman, Magelang), Youliez Mbix (perupa dan seniman kontemporer dari Ubud, Bali), Tebo Aumbara (penari dan koreografer dari Ubud, Bali) dan Rendi Xamagata (pemain cello bambu dari Majalengka).

Tak mau ketinggalan,  para musisi lokal seperti KWK Reggae (grup reggae etnik dari Songgon), Kawitan (musik akustik etnik dari Kampong Wisata Temenggungan, Banyuwangi), dan Patrol Reggae Kopilego (grup musik patrol reggae dari Kampong Kopi Lerek Gombengsari, Banyuwangi) akan unjuk kebolehan.

Uniknya, pagelaran ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat. Masyarakat di sembilan desa yang ada di Kecamatan Songgon gotong royong bahu membahu untuk mensukseskan acara ini. Warga tak hanya urun tenaga, biaya dan pikiran, namun juga rela menyediakan rumah mereka menjadi ‘homestay’ dadakan bagi tamu-tamu yang datang dari luar daerah.

“Ini adalah cara kami untuk menghidupkan kembali budaya gotong royong dalam masyarakat,” kata Sudarmono.

Dia menyebutkan ada 53 rumah di Desa Sumberbulu yang siap menampung para tamu. “Sampai hari ini (Rabu 4/2-red) sudah 20 rumah yang dihuni tamu. Mereka bisa menginap gratis,“ imbuhnya.

Semua pengisi acara nya pun datang dengan sukarela dan tidak dibayar. Mereka yang rela tampil dengan sukarela tersebut tergabung dalam Jaringan Festival Kampung Nusantara, sebuah jaringan yang berbasis seniman-seniman kampung yang mempunyai motivasi bagaimana kampung-kampung di pelosok nusantara punya pertahanan budaya, mau mengembangkan seni dan budaya asli kampungnya, dan bisa saling support antar kampung. Serta pergerakan Hidora (Hiduplah Indonesia Raya), sebuah komunitas yang berorientasi mengembangkan masyarakat kampung dan desa melalui aktifitas menggali dan membangun potensi masyarakat.

“Music itu bukan pekerjaan. Tapi instrumen untuk mendapatkan kesenangan. Saya senang sekali bisa main musik dan berkolaborasi dengan seniman lokal. Apalagi, tujuannya mulia untuk  memajukan kampung-kampung di sini. Saya merasa terpanggil,” kata Gilles Saisi, komposer asal Perancis yang sudah empat kali berkunjung ke Banyuwangi ini.

Sementara itu, Camat Songgon Wagianto mendukung penuh kegiatan yang tumbuh dari masyarakat tersebut. “Kegiatan ini merupakan proses persiapan desa-desa di kaki Gunung Raung menuju desa yang mandiri, kreatif, produktif dan siap Go Global. Tentunya dengan tetap menjaga kearifan lokal. Saya mendukung penuh kegiatan ini,” kata Wagianto usai membuka Pagelaran Makarya, Sabtu (4/2).

Wagianto berharap, pagelaran semacam ini tidak hanya dilakukan saat ini saja, namun bisa dikerjakan kembali di tahun-tahun mendatang dengan variasi acara dan tempat yang berbeda. “Kalau ini sukses, bisa dilakukan lagi tahun depan. Nanti akan kita geser lokasinya ke desa-desa yang lain agar semua desa juga terangkat,” tutupnya.

Kecamatan Songgon merupakan salah satu kecamatan di Banyuwangi yang berada di kaki Gunung Raung. Kecamatan ini menaungi sembilan desa, yaitu Desa Balak, Bedewang, Sragi, Sumberarum, Bangunsari, Parangharjo, Bayu, Songgon, dan Sumberbulu.

Selain terkenal dengan komoditas durian dan manggisnya, wilayah ini juga memiliki sejumlah potensi wisata yang mulai dikenal luas. Diantaranya, olahraga pemicu adrenalin Arung Jeram di Kali Badeng, wisata hutan pinus, wisata air terjun dan petilasan rowo Bayu. (Humas)

 


Berita Terkait

Bagikan Artikel :