Pemkab Komitmen, Bidang Kesehatan Jadi Salah Satu Prioritas Pembangunan

Selasa, 2 April 2013


BANYUWANGI – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berkomitmen untuk menjadikan bidang kesehatan sebagai salah satu program prioritas pembangunan. Tahun 2013 ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi memiliki action plan yang menyentuh langsung pada pemerataan akses dan kualitas pelayanan kesehatan. Juga peningkatan kesehatan ibu dan anak, serta pemberdayaan masyarakat untuk mandiri dan hidup sehat. Tiga hal tersebut menjadi prioritas,  sebab indikator keberhasilan program antara lain  masyarakatnya mampu menjangkau pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu, hidup dalam lingkungan yang sehat dan berperilaku hidup sehat.

Untuk pemerataan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, beberapa program yang akan dilakukan meliputi program Jamkesmin (Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin), sertifikasi ISO di 6 puskesmas, dan  peningkatan layanan Puskesmas Berbasis Dokter Keluarga. Juga ada  implementasi e-health di rumah sakit, pemanfaatan rumah singgah bagi keluarga pasien di rumah sakit, peningkatan Simpuswangi di puskesmas, dan persiapan pendirian rumah sakit gratis (RS tanpa kelas).

Plt. Kepala Dinkes, dr. Widji Lestariono mengungkapkan, salah satu program pemerataan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, yakni program Puskesmas Berbasis Dokter Keluarga (PBDK)  yang  pertengahan tahun 2012 lalu mulai   dilaksanakan di 8 puskesmas, pelayanannya akan lebih ditingkatkan lagi.  8 PBDK  itu, antara lain  Puskesmas Mojopanggung (Giri), Gitik (Rogojampi),Singojuruh, Sempu, Sepanjang (Glenmore), Tegaldlimo, Sambirejo (Bangorejo), dan Puskesmas Pesanggaran. ”Program ini akan terus kami jalankan. Bahkan jika memungkinkan akan terus ditambah,” kata dr Rio. Sebab dengan pelayanan yang relatif murah – hanya dengan membayar Rp. 2000 - , masyarakat sudah bisa menikmati layanan kesehatan dari dokter keluarga.

Menurut dr Rio, indikator target  PBDK tahun 2012 sudah tercapai. Hal itu diukur  dari kemampuan 8 puskesmas tersebut dalam menaikkan tingkat kunjungan hingga mencapai 2 persen, dan menekan angka rujukan hingga 10 persen. Ke depan, 8 puskesmas tersebut indikatornya akan ditambah. Jika sebelumnya hanya menekankan pada rawat jalan, kali ini ditambah dengan peningkatan pelayanan rawat inap. Sebagai perintis (pilot project), PBDK di Kabupaten Banyuwangi ini terus dievaluasi oleh pemerintah provinsi dan PT.ASKES. Dan jika dinilai bagus, maka akan diterapkan pula di kabupaten lainnya.

Untuk program peningkatan kesehatan ibu dan anak, Dinkes punya  program Gerakan Masyarakat Ibu Anak Sehat Mandiri (Gema Insani), pemberian makanan tambahan (PMT) bagi balita gizi buruk, balita gizi kurang dan ibu hamil kurang energi kronis (bumilkek). Sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat untuk mandiri dan hidup sehat ada peningkatan upaya PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) melalui kampanye berbasis sekolah, desa ODF (Open Defecation Free), dan kampanye anti HIV/AIDS dengan melibatkan pondok pesantren.

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita gizi buruk, balita gizi kurang dan ibu hamil kurang energi kronis (bumilkek) adalah salah satu program yang menjadi fokus utama. Mantan Kepala Puskesmas Sempu ini mengatakan, balita usia 6 – 24 bulan  dari keluarga miskin (gakin) yang menderita gizi kurang akan mendapatkan makanan suplemen. Untuk balita gizi buruk atau diistilahkan dengan balita BGM (Bawah Garis Merah) dan  bumilkek akan mendapatkan tambahan berupa susu.  PMT tersebut akan diberikan pada 7500 bayi usia 6 – 24 bulan, 65 balita BGM dan 40 bumilkek dengan total dana yang dikucurkan sebesar  Rp. 844.107.400,-

Tahun ini Dinkes juga menaruh atensi besar pada pencapaian desa ODF (Open Defecation Free) atau desa yang bebas dari buang air besar (BAB)  di sembarang tempat. Sampai akhir tahun 2012, kata dokter  Rio, baru ada 5 desa ODF di Banyuwangi. Itu artinya, jumlahnya  baru 2 persen dari total jumlah desa dan kelurahan di Bumi Blambangan ini yang berjumlah sebanyak 189 desa dan 28 kelurahan. Ke - 5 desa tersebut antara lain Desa Bulusari, Kecamatan Kalipuro; Desa Sidodadi, Kecamatan Wongsorejo; dan 3 desa di Kecamatan Srono yakni Desa Wonosobo, Rejoagung dan Bagorejo. “Tahun ini kami targetkan ada penambahan 8 persen lagi sehingga desa ODF keseluruhan  mencapai  10 persen, dan akan terus berkelanjutan,”ujar dr Rio yang mengaku salut pada Kabupaten Pacitan yang tahun  ini mampu memproklamirkan 100 persen desa ODF.

Melalui program desa  ODF ini, ditumbuhkan budaya malu pada masyarakat   agar tidak BAB di sembarang tempat. Mereka disadarkan dengan cara diberikan informasi tentang bahaya hidup yang tidak bersih, dan digugah untuk membuat WC di tiap rumah. “Program ini memunculkan kemandirian masyarakat dalam mewujudkan sanitasi mandiri. Begitu pula dengan pendanaannya yang murni berasal dari swadaya masyarakat,” beber dr Rio.

 Ada tim khusus dari puskesmas dan Dinkes yang berkunjung ke desa untuk melakukan pemicuan di masyarakat. Upaya pemicuan  ini juga melibatkan beberapa perguruan tinggi di Banyuwangi seperti Universitas Bhakti Indonesia (UBI), Akademi Kesehatan Krikilan dan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES). Dalam upaya pemicuan tersebut, tim tidak menyarankan pembangunan MCK (mandi cuci kakus) untuk umum, melainkan membuat sendiri atau sementara menumpang pada tetangga yang sudah punya. Meski demikian, tak  semua desa yang didatangi, langsung serta merta menerapkan ODF. “Butuh keajegan, utamanya dari aparatur desa untuk memotivasi warganya,” ujar dr Rio. (Humas & Protokol)

 

 

 



Berita Terkait

Bagikan Artikel :