Peserta Diklatpim Kemenag Benchmark Pelayanan Publik ke Banyuwangi

Selasa, 20 Maret 2018


BANYUWANGI – Dikenal sebagai kabupaten yang tak pernah berhenti berinovasi,  Banyuwangi terus menjadi contoh penerapan  best practices bagi daerah lain di Indonesia. Kali ini, peserta Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) III Kantor Kementerian Agama Pusat yang melakukan benchmarking perihal pelayanan publik.

Rombongan yang dipimpin Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan Kemenag, Saeroji mengaku terkesan dengan Banyuwangi. “Banyuwangi ini kaya inovasi. Tidak heran saat kami bersama-sama searching di internet soal kabupaten-kabupaten yang paling inovatif, Banyuwangi menjadi wilayah yang  paling ingin didatangi para peserta,” tutur Saeroji saat diterima Asisten Pemerintahan Banyuwangi, Choiril Ustadi Yudawanto di Kantor Pemkab Banyuwangi, Selasa (20/3).

Kunjungan ini memang merupakan agenda inti dari semua proses diklatpim, dimana peserta belajar tentang inovasi dan membuat rancangan perubahan untuk diterapkan di tempatnya masing-masing. Maka, kata Saeroji, dipilihlah Banyuwangi supaya lebih memperkaya rancangan perubahan ini.

Peserta, imbuh Saeroji, akan belajar dari Banyuwangi  secara lebih detil soal layanan yang mempermudah masyarakat.

 Ustadi mengatakan, Pemkab Banyuwangi menjadikan aparatur sipil negara (ASN)-nya sebagai customer internal. “ASN kami adalah customer internal kami. Sebelum segala sesuatu digulirkan keluar, maka semua staf harus paham apa yang akan dikerjakan bersama. Jika ada masukan dari para staf, semua kami diskusikan sebelum program kami luncurkan keluar,” ujar Ustadi.

Selain itu, kata Ustadi,  dalam penyelenggaraan festival-festival atau memberikan pelayanan publik, Banyuwangi selalu melakukannya secara keroyokan antar SKPD. Semua ego sektoral masing-masing SKPD ditanggalkan sehingga pelaksanaan event-event bisa dikerjakan dengan tanpa menggunakan event organizer (EO) dari luar, semuanya cukup ditangani oleh PNS. “Kami pun menuntut PNS agar bisa menjadi public relation bagi Banyuwangi. Sehingga  mereka bisa menyuarakan tentang Banyuwangi ke dunia luar,” tuturnya.

Karena yang ingin dibangun adalah superteam, bukan superman, imbuh Ustadi, maka kinerja semakin disolidkan. “Kinerja kami sekarang jauh lebih baik daripada 10 tahun yang lalu. Inovasi juga terus digerakkan,” tandas Ustadi.

Beberapa inovasi Banyuwangi yang akhirnya menarik perhatian kabupaten/kota lain untuk belajar, di antaranya Mall Pelayanan Publik, program ‘Lahir Procot Pulang Bawa Akte’ dan digelarnya berbagai festival sepanjang tahun yang tujuannya bukan hanya mempromosikan pariwisata Banyuwangi, tapi juga mendongkrak perekonomian rakyat.

Upaya Banyuwangi untuk tidak mengijinkan pendirian pasar modern, hotel kelas melati, penutupan lokalisasi dan karaoke, juga mendapatkan apresiasi khusus dari para peserta diklatpim.

Rombongan ini  terdiri atas 30 peserta dan 10 widya iswara. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, seperti Jawa Timur, Jakarta, Jawa Barat, Papua, Papua Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Maluku, Maluku Utara, Bengkulu, Jambi, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara. Mereka dijadwalkan akan menghabiskan waktu untuk melakukan observasi lapangan di Banyuwangi selama 5 hari. Beberapa lokus dikunjungi seperti Mall Pelayanan Publik, Kantor Kemenag Banyuwangi, Pondok Pesantren Gontor V dan mengunjungi beberapa tempat wisata.

“Banyuwangi bagus lho. Terutama pelayanan publiknya. Semua berjalan dengan cepat sehingga memudahkan masyarakat. Kami berharap, pulang dari sini, ada inovasi yang bisa kami adopsi di tempat kami,” ujar salah satu peserta asal Papua. (*)

 

 

 



Berita Terkait

Bagikan Artikel :