Program Gancang Aron Bersiap Ikuti Kompetisi Top 40 Sinovik

Selasa, 4 September 2018


BANYUWANGI – Program Gancang Aron bersiap untuk mengikuti kompetisi Sistem Informasi Inovasi Pelayanan Publik (SINOVIK) yang akan memasuki Top 40. Hal itu dijelaskan oleh Direktur RSUD Blambangan, dr Taufik Hidayat.

“Untuk memastikan Gancang Aron layak atau tidak maju di Top 40 Sinovik, Tim verifikasi lapangan Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi (KemenPAN & RB) secara khusus telah turun ke Banyuwangi untuk melakukan penilaian, beberapa waktu lalu,” ujar Taufik.

Sebelumnya, lanjut Taufik, program ini telah lolos di Top 99 Sinovik. Bahkan menurut Taufik, dalam kunjungannya, Ketua Tim Verifikasi  Tulus Abadi mengatakan, untuk lolos sampai ke tahap 99 tidaklah mudah.

“Untuk lolos sampai tahap ini harus bersaing dengan 3000 proposal yang masuk ke KemenPAN&RB. Kemudian lolos 1300 proposal, dan dievaluasi lagi menjadi 99. Nah, kedatangan mereka tersebut untuk mengetahui mekanisme dari pengantaran obat oleh Gojek supaya tidak terjadi kesalahan di lapangan  lewat program Gancang Aron ini. Sebab, yang mereka takutkan apabila terjadi kesalahan minum obat yang bisa berdampak fatal bagi nyawa pasien,” kata Taufik.

Gancang Aron atau yang dalam bahasa setempat berarti ‘Lekas Sembuh’, sebenarnya juga memiliki arti. Yakni ‘Gugus Antisipasi Cegah Antrian Panjang Dengan  Antar Obat ke Rumah Pasien’ yang disingkat Gancang Aron. Munculnya inovasi ini berawal dari keluhan masyarakat yang disampaikan lewat telpon, SMS, Whatsapp terkait pelayanan obat. Lamanya waktu menunggu itu menyebabkan pasien kehilangan waktu untuk bekerja, dan sebagainya.

Taufik mengaku pihaknya berkomitmen keras terkait Gancang Aron ini. Mulanya dilakukan home pharmacy care pada tahun 2017 lalu, dimana apoteker datang ke rumah pasien untuk memberikan penjelasan soal tata cara konsumsi obat. Dalam konsultasi tersebut, pihak keluarga pasien juga turut dilibatkan, agar pihak keluarga bisa mensupport pasien secara penuh.

Kemudian, keinginan untuk memperbaiki layanan, jelas Taufik, memunculkan ide untuk melibatkan pihak lain dalam pengantaran obat. Namun tak serta merta ide ini berjalan mulus. Banyak tantangan yang dihadapi. “Kami mengalami tantangan cukup keras. Banyak yang menyangsikan program ini, di antaranya yang beranggapan program ini berpotensi menimbulkan kesalahan saat mengantar obat pada pasien,” terang Taufik.

“Kami sekarang bekerjasama dengan GoJek. Saat ini sudah bisa dijalankan reward and punishment bagi pasien kami. Kalau kira-kira waktu menunggu obatnya bakalan lama, mereka boleh minta obatnya diantar. Mereka bisa mendapatkan obatnya di rumah,” tutur Taufik.

Tentu saja kerjasama dengan GoJek juga diawali dengan pelatihan. “Kami membuat pelatihan bagi para driver GoJek. Tugas mereka hanya mengantarkan obat, dan tidak berhak melakukan pelayanan kefarmasian. Pelatihan itu juga menjelaskan tata cara pendistribusian obat yang baik dan menjaga agar mutu obat terjaga. Ada beberapa hal yang harus mereka cocokkan saat penyerahan obat. Ada kupon, daftar obat, nama pasien dan alamat yang sama. Kami juga melakukan monitoring dan evaluasi, caranya, driver GoJek yang menyerahkan obat harus berfoto dengan pasien, menuliskan nama si pasien, share lokasi kemudian foto itu di-share di grup Shelter,” jelas Taufik.

Berkat keberadaan Gancang Aron, sekarang yang dirasakan adalah waktu tunggu yang lebih rendah. “Biasanya jumlah keluhan lebih dari 29 keluhan per hari, kini sudah jauh menurun. Dan meski awalnya banyak mendapat tentangan dari organisasi profesi, dokter dan sebagainya, kini kami justru sering diundang untuk mendiskusikan hal ini. Mendiskusikan bagaimana pelayanan di era mendatang yang semuanya dituntut serba cepat, termasuk sistem pengantaran obat yang aman sesuai kaidah kefarmasian. Yang jelas inovasi yang lahir dari segala keterbatasan yang dimiliki ini tidak hanya berorientasi pada patient safety, tapi juga patient’s social responsibility,” beber Taufik.

Dampak yang sama juga dirasakan oleh para karyawan. “Impact yang pertama kali dirasakan petugas adalah jam kerja relatif lebih ontime. Sedangkan keuntungan yang dirasakan pasien, dari waktu tunggu dulunya 240 menit, sekarang terlama 60 menit. Harapan kami ini akan ber-impact pd loyalitas pasien,” harap Taufik.

Untuk mempermudah dan mendekatkan layanan pada masyarakat yang tidak mampu pun, kini program ini telah direplikasi oleh RSUD Genteng yang lokasinya berada di Banyuwangi Selatan. Bahkan, beberapa rumah sakit di Indonesia juga telah mereplikasi program ini. Seperti  RS dr Koesnadi Bondowoso dan salah satu RS di Jombang. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :