Ritual Adat Seblang Bakungan Sukses Digelar
Minggu, 12 Oktober 2014
BANYUWANGI – Ritual adat Seblang Bakungan sukses digelar, Minggu malam (12/4). Antusiasme masyarakat tampak begitu terlihat. Mereka tumplek bleg menyaksikan upacara adat yang untuk pertama kalinya masuk dalam agenda Banyuwangi Festival 2014 ini.
Ritual ini bahkan tak hanya mengundang ketertarikan masyarakat lokal Banyuwangi, namun juga warga dari luar Banyuwangi, beberapa wisatawan asing dan diliput oleh media-media nasional. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga hadir bersama Forum Pimpinan Daerah, Wakil Bupati Yusuf Widyatmoko, pejabat teras di lingkungan Pemkab Banyuwangi serta para seniman dan budayawan.
Bupati Anas menyatakan apresiasinya atas budaya seblang yang hingga kini terus terjaga kelestariannya. “Seblang Bakungan ini merupakan salah satu cikal bakal budaya masyarakat Banyuwangi saat ini. Kami sengaja memasukkannya dalam agenda Banyuwangi Festival 2014 agar masyarakat bangga dengan budayanya,”beber Bupati Anas. Bahkan sebagai penghargaan atas budaya seblang itu sendiri, , tambah bupati, tahun ini Seblang diangkat sebagai tema Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 22 November mendatang.
Dalam kesempatan itu bupati juga berjanji, ke depan akan lebih memperhatikan budaya Banyuwangi dan menggelarnya di titik-titik kemunculannya, sebagaimana ritual adat seblang yang digelar di Desa Bakungan ini.
Berdasar kepercayaan masyarakat setempat, Seblang adalah singkatan dari ‘Sebele ilang’ atau sialnya hilang. Di Banyuwangi, Seblang dapat ditemui di dua desa, yaitu Desa Olehsari dan Desa Bakungan.
Seblang di Desa Bakungan dilakukan tepat satu minggu setelah hari raya Idul Adha. Tujuannya adalah untuk bersyukur kepada Allah dan memohon agar seluruh warga desa diberi ketenangan, kedamaian, keamanan dan kemudahan mendapatkan rezeki yang halal serta dijauhkan dari segala mara bahaya.
Sebelum upacara dimulai, terlebih dahulu warga Bakungan berziarah ke makam leluhur desa, Buyut Fitri, sambil membawa perlengkapan. Usai ziarah, mereka menyiapkan prosesi seblang dengan cara menyuguhkan bermacam syarat. Ada ketan sabrang, ketan wingko, tumpeng, kinangan, bunga 500 biji, tumpeng takir, boneka, pecut dan kelapa yang menjadi perlambang kejujuran.
Ritual seblang dimulai seusai maghrib. Ritual ini diawali dengan parade oncor (obor) yang dibawa berkeliling desa (ider bumi). Uniknya, pada saat ider bumi dilakukan, listrik di desa tersebut dalam keadaan padam total. Penerangan hanya berasal dari obor yang dinyalakan di depan rumah masing-masing warga dan obor yang dibawa berkeliling desa.
Setelah itu warga menggelar selamatan sambil melafadzkan doa. Ketika ada bunyi kentongan yang dipukul bersamaan, serentak warga makan bersama. Dalam selamatan itu suasana hangat kental terasa, sebab warga seolah tak ada jarak, makan bersama dengan menggelar tikar dan menyantap hidangan yang ada di depan mereka. Selamatan itu sebagai bentuk rasa syukur atas limpahan rahmat yang diberikan Allah kepada warga Desa Bakungan.
Usai makan bersama, penari masuk pentas yang ditempatkan di depan Sanggar Seni Bunga Bakung. Seblang Bakungan ditarikan oleh seorang wanita tua yang sudah memasuki masa menopause. Pada seblang kali ini, Supani terpilih sebagai penari. Ini adalah pertama kalinya Supani ditunjuk sebagai penari seblang. Setelah dibacakan mantra dan doa, wanita tua itu langsung tidak sadarkan diri dan menari dalam keadaan kesurupan, selama gending dinyanyikan. Gending-gending yang dikumandangkan untuk mengiringi penari seblang itu ada 13 gending, diantaranya Seblang Lukinto, Podo Nonton, Ugo-ugo dan Kembang Gading.
Memasuki tengah malam, acara dilanjutkan dengan adol kembang (jual bunga). Di saat yang sama, para penonton berebut berbagai bibit tanaman yang dipajang di panggung dan mengambil kiling (baling-baling) serta hasil bumi yang dipasang di sanggar. Masyarakat Bakungan percaya barang-barang itu dapat digunakan sebagai media penolak bala. (Humas & Protokol)