Segenggam Kisah Para Pendamping Peserta ITdBI 2018

Senin, 1 Oktober 2018


BANYUWANGI – Gelaran International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) menyisakan segenggam kisah yang menarik untuk diceritakan. Salah satunya pengalaman para liaison officer (LO) selama mendampingi tim-tim peserta kejuaraan balap sepeda internasional tersebut.

Seperti yang diceritakan LO Thailand Continental Cycling Team, Yasinta Tiara Dewi. Dia merasa beruntung bisa terpilih menjadi LO atau penghubung ITdBI sejak tahun 2014 lalu. Dia pernah memandu dua tim Indonesia dan tiga tim asing.

“Menjadi LO itu susah-susah gampang. Tapi selama lima tahun ini, saya merasakan lebih banyak sukanya daripada dukanya. Kita bisa kenal orang baru, kultur yang berbeda-beda, jalan-jalan dan pengalaman yang menyenangkan. Pokoknya seru deh jadi LO ITdBI. Rasanya kepingin ITdBi ini jangan berakhir. Diperpanjang satu minggu lagi juga gak apa-apa,” kata Yasinta sambil terkekeh.

Dia sempat menceritakan pengalamannya saat mengajak tim yang dipandunya berkeliling untuk menjelajah kuliner Banyuwangi. Mulai dari nasi tempong, tahu petis, nasi goreng, mi goreng, hingga bakso. “Tim Thailand ini suka banget sama tahu petis. Katanya rasanya unik dan nagihin. Dia juga memuji makanan di sini. Katanya enak tapi murah,” kata Yasinta.

Cerita serupa juga diugkapkan Naomi Raisa Kartika, LO Uijeonbu Cycling Team asal Korea. Gadis berusia 24 tahun ini mengaku bangga bisa terpilih menjadi LO ITdBI karena bisa ikut menyukseskan salah satu event terakbar di Banyuwangi. “Ini pengalaman yang tak terlupakan. Pengalamannya macem-macem dan lucu-lucu,” kata dia.

Misalnya, lanjut Naomi, saat dirinya mencoba menawarkan pisang ambon dan langsung ditolak oleh para pembalap karena mengira masih mentah. “Lucu sih. Awalnya mereka gak mau karena dikira masih mentah. Tapi setelah sedikit dipaksa, mereka mau mencoba dan ternyata suka. Malahan mereka bilang kalau ternyata pisang Banyuwangi rasanya manis meskipun warnanya jelek (hijau),” kata Naomi menirukan.

Sama seperti saat Naomi mengajak mereka makan sate. Pembalap yang semula tidak ragu mau mencocol sambal nya, ternyata jadi ketagihan setelah mencobanya. "Mereka suka bumbu kacangnya. Kalau makan sate, pasti bumbunya dihabiskan sampai bersih," ujarnya. 

Selain kejadian menarik, Naomi pun mencerikan kepanikannya saat dirinya kehabisan stok coca cola untuk para pembalap. “Pembalap selalu minta coca coca kaleng. Saat itu saya sudah keliling ke banyak toko dan ternyata stocknya kosong. Sempat panik juga, tapi untung akhirnya bisa dapat meskipun harus keliling toko sampai malam,” kenangnya.

Kepanikan serupa juga dia rasakan pada etape kedua, Kamis (27/9), saat dirinya dikomplain pembalap karena Patwal yang akan mengawal tim ke lokasi start datangnya terlambat. “Janjinya pukul 06.30 WIB sudah berangkat, ternyata jam segitu belum datang. Padahal orang Korea itu disiplin banget. Makanya mereka bad mood dan komplain ke saya karena waktu istirahatnya terpotong untuk menunggu. Sempat sedih juga sih, tapi ya sudah lah itu bagian dari resiko seorang LO,” ujarnya.

Tak hanya cerita mereka, secuil kisah menarik ITdBI juga datang dari para pembalap. Di lokasi start etape ketiga, Jumat (28/9), di RTH Maron, sejumlah pembalap yang tergabung dalam Global Cycling Team Belanda terlihat sedang memborong kerupuk sesaat sebelum race dimulai. Mereka membeli kerupuk rambak dan kerupuk ikan pada seorang pedagang yang menjajakan dagangannya di lokasi tersebut.

“Ini buat ngemil nanti seusai lomba. Kami suka kerupuk, rasanya unik dan renyah,” kata salah satu pembalap sambil memasukkan kerupuk tersebut pada tas kecil yang akan mereka bawa.

Selain tim Global ini, terlihat juga Niels Van Der Pijl salah satu pembalap yang memperkuat PCS CCN Belanda yang tengah menyiapkan perbekalannya. Dia menyelipkan pisang dan snack bar di bagian belakang jersey nya. Dia juga membawa 1 botol minuman isotonik yang ditempatkan dibagian bawah sepedanya.

“Saya juga bawa chocolate croisant (sejenis roti) untuk sumber energy saat berlomba nanti,” ujarnya. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :