Umumkan Kecamatan yang Kemiskinannya Tinggi, Bupati Anas Minta Desa Berikan Data Detail

Kamis, 16 Februari 2017


BANYUWANGI - Banyuwangi menggelar Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tingkat Kecamatan (Musrembangcam). Dalam acara itu, Bupati Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas memaparkan data kemiskinan per kecamatan dengan detail di hadapan para camat, kepala desa dan seluruh kepala satuan kerja se-Banyuwangi.

Menurut Anas tantangan ke depan akan smakin berat, untuk itu kinerja daerah harus terukur dan berdasarkan data. Dari data, lanjut dia, akan memudahkan mencari solusi dan menganalisis masalah yang timbul. 

"Kinerja kita, sekarang semua bisa terlihat dan terukur dari data-data yang dirilis oleh lembaga-lembaga. Sekarang data sudah terbuka, dan bisa diakses. Kalau tidak sesuai data, masyarakat bisa melaporkan," kata Bupati Anas saat membuka Musrembangcam Se-Kecamatan Banyuwangi, di pinggir Pantai Blimbingsari, Kecamatan Blimbingsari, Kamis (16/2).

Karena itu di Musrembangcam 2017, Anas menyampaikan masalah yang ada di Banyuwangi dengan data yang detail. Mulai dari data kemiskinan, potensi IKM, kesehatan semua digambalangkan Anas dalam bentuk kuadran-kuadran dengan rinci.

"Musrenbang bagi kami tidak hanya untuk menyampaikan hasil tahun lalu, namun justru arahan bagi kita semua untuk mengatasi masalah ke depan berdasarkan. Prioritas tahun ini tetap terutama pada pendidikan dan kemiskinan. Tadi saya umumkan kecamatan-kecamatan mana yang tingkat kemiskinan masih tinggi, dan banyak anak putus sekolah," kata Anas. 

Bidang pendidikan, berdasarkan data statistik pada tahun 2016 terdapat 571 anak putus sekolah di Banyuwangi. Angka ini jauh menurun dari tahun sebelumnya, yang tercatat 5.664 anak.

"Masalah anak putus sekolah ini, hilang dan muncul. Setelah banyak yang dientaskan, ada yang muncul kembali. Banyak faktor yang menentukan, mungkin karena orangtuanya meninggal, dan faktor lainnya," kata Anas. 

Untuk itu, Anas meminta agar desa dan camat bisa memberika data yang lebih detail. "Datanya harus by name by addres di tiap desa, agar intervensi kita lebih tepat sasaran, dan mereka bisa segera dientaskan," ujar Anas.

Data rinci yang diminta Anas, tidak hanya berhenti pada data pendidikan saja. Anas juga meminta data kemsikinan penduduk. Kemiskinan di Banyuwangi masih terdapat 9,17 persen atau 146.000 warga miskin, dari total jumlah penduduk Banyuwangi 1,6 juta jiwa.

"Angka kemiskinan kita di tataran Jawa Timur, sebenarnya tergolong kecil dibandingkan daerah lainnya. Banyuwangi menduduki peringkat ketiga terendah tingkat kemiskinan di Jatim," jelas dia.

Anas pun secara rinci memaparkan kondisi existing seluruh kecamatan untuk menjadi prioritas intervensi. Pemkab membagi dalam empat tabel, yang masing-masing dikelompokkan dalam kuadran. 

Tabel pertama tentang kondisi pendidikan dan kemiskinan. Kuadran pertama, kecamatan dengan pendidikan baik, kemiskinan rendah. Kuadran kedua, pendidikan baik, kemiskinan tinggi. Kuadran ketiga, pendidikan rendah, kemiskinan rendah. Kuadran keempat, pendidikan rendah kemiskinan tinggi.

"Di kuadran keempat inilah yang menjadi prioritas Banyuwangi saat ini. Kecamatan yang masuk di kuadran ini, yakni Gambiran, Kalipuro, Muncar, Singojuruh, dan Wongsorejo," beber Anas. 

Demikian juga di kuadran dua, yang tingkat kemiskinannya masih tinggi adalah Licin, Pesanggaran, Siliragung, Kabat, Bangorejo, dan Glenmore. "Karena itu di kecamatan ini menjadi prioritas kami selanjutnya," kata Anas.

Selain tabel tentang pendidikan dan kemiskinan, pemkab juga membuat tabel data kuadran tentang kondisi IKM dan kemiskinan, tabel kesehatan dan kemiskinan, serta tabel produktivitas pertanian dan kemiskinan.

"Pemetaan ini dibuat, agar kita bisa mengurai permasalahan, lalu tahu prioritas mana yang urgent ditangani. Karena data per kecamatan clear semua, tinggal kita eksekusi saja," jelas Anas.

Diumumkannya lokasi-lokasi tersebut, agar desa dan kecamatan bisa segera bertindak. ‎Apalagi pendamping Anggaran Dana Desa (ADD), Banyuwangi menambah dari Rp 80 miliar, saat ini menjadi Rp 143 miliar. Anggaran tersebut salah satunya untuk pengentasan kemiskinan dan anak putus sekolah. 

Meski demikian, berdasarkan survei dari Lingkar Survei Indonesia (LSI), tingkat kepuasan masyarakat terhadap pendidikan, kesehatan, dan tata tertib, dari 77,48 di 2013, meningkat menjadi 82,05 di 2016. (humas)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :